Tematik

Alhamdulillah, hari Kamis tanggal 6 November 2025 Allah mudahkan saya untuk kembali berjumpa secara khusus dengan guru sekaligus orang tua asuh saya. Beliau pantas untuk saya panggil Al walid andai saja nama walid tidak rusak oleh sebuah film asal Malaysia, hehe.

Guru saya ini tergolong masih muda, usia kami hanya terpaut 10 tahun saja. Namun beliaulah yang mengutus saya dahulu untuk pesantren di Al Irsyad Tengaran dalam rangka menuntut ilmu agar bisa turut serta berdakwah di daerah kami nantinya.

Singkatnya, kami janjian untuk ketemu bada ashar di masjid tempat beliau shalat dan mengajarkan ilmu. Saya memilih barisan paling depan dekat imam, dengan harapan bada shalat bisa langsung menghampiri beliau di ruang imam/ustadz.

15 menit setelah adzan berlalu, sang guru belum juga terlihat. Muadzin nampak gelisah mencari beliau atau ustadz lain untuk memulai shalat. Hingga akhirnya muadzin meminta saya untuk menggantikan sang ustadz menjadi imam. Awalnya tentu saya menolak, karena saya yakin sang ustadz akan hadir untuk mengimami shalat, karena kami sudah janjian bisa bertemu bada Ashar.

Tidak lama salah satu petinggi dkm masjid yang saya biasa panggil “kak” datang dan meminta saya untuk menjadi imam shalat Ashar. Beliau saya panggil “kak” -walaupun secara wajah nampak lebih muda dari saya- karena dulu saat saya masih sekolah di SMP, beliau belajar di SMA di kecamatan yang sama, di sekolah kami bisa memanggil kakak kelas dengan panggilan “kak”.

Setelah selesai shalat saya mengirimkan pesan singkat, mengabarkan bahwa saya sudah di masjid. Beliau menjawab bahwa masih di perjalanan dan akan segera tiba.

Tidak lama, beliau pun tiba dan mengajak masuk ke ruang DKM. Sambil tersenyum beliau bertanya, “ada kabar apa?”.
Saya menyampaikan bahwa alhamdulillah proses belajar pascasarjana sudah selesai sambil menyerahkan buku disertasi dan juga tesis yang sudah diterbitkan dan ber-ISBN. kemudian saya meminta nasihat dan arahan dari beliau terkait gerak langkah selanjutnya khususnya di bidang dakwah.

Diantara nasihat beliau sore itu adalah agar saya lebih semangat berdakwah, nasihat yang sama persis dan mengingatkan saya kepada nasihat kakak ipar beliau yang juga salah satu guru saya yang lain sebelum meninggal -rahimahullah-.

Beliau juga menyampaikan dukungannya kepada saya untuk turut serta berkontribusi di lembaga Majlis Ulama Indonesia Kecamatan agar dapat mewarnai dan memberikan pengaruh positif di lembaga tersebut.

Saat saya bertanya terkait majlis apa yang sebaiknya saya hadiri dari beliau, dengan penuh ketawadhuan beliau menyampaikan bahwa beliau tidak mengharapkan para muridnya untuk terus duduk belajar kepada beliau, di kesempatan itu beliau justru mengarahkan saya untuk belajar kepada salah satu ustadz doktor yang ahli di bidang fiqih muamalah.

Saya sempat bertanya terkait beberapa ilmu yang berhubungan dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) yang kadang masih sulit diamalkan padahal sudah hafal bahkan mungkin turut mengajarkan ilmu tersebut. Beliau menjawab bahwa kuncinya adalah kita harus senantiasa berusaha mengamalkan ilmu yang kita pelajari semampunya. Bilamana kita belum bisa mengamalkan seluruhnya, kita tetap harus mau mengajarkan. Jika kita tidak mengajarkan ilmu maka akan mendapat dua keburukan sekaligus, dan itu adalah seburuk-buruk keadaan.

Selain nasihat-nasihat di atas tentu masih banyak lagi pelajaran, adab dan akhlak yang bisa saya ambil dari pertemuan saya dan beliau di hari itu. Semoga Allah selalu menjaga dan memberkahi beliau berserta keluarganya.

Cileungsi, 7 November 2025

Dr. Cecep Rahmat, Lc., M.Ag

Author

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment